PENGERTIAN
PENILAIAN PRESTASI KERJA
Penilaian
Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap
prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang
obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara
berkala”.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian
sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut
French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang
dibangun, baik itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah
pentingnya, organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada
pegawai yang bersangkutan.
Dengan
demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan
pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau
perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang
digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam
menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian
atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau
atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah
spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang
secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja
secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari
pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK
adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
Tujuan Penilaian
Prestasi Kerja
PPK dapat
digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan
PPK dalan organisasi industri maupun non indutri adalah :
Ø
Peningkatan
imbalan (dengan system merit),
Ø
Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
Ø
Promosi,
Ø
PHK atau
pemberhentian sementara,
Ø
Melihat potensi
kinerja pegawai,
Ø
Rencana suksesi,
Ø
Transfer/pemindahan
pegawai
Ø
Perencanaan
pengadaan tenaga kerja
Ø
Pemberian bonus
Ø
Perencanaan karier
Ø
Evaluasi dan pengembangan
Diklat
Ø
Komunikasi intenal
Ø
Kriteria untuk
validasi prosedur sukses
Ø
Kontrol
pengeluaran.
OBYEK PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen
melakukan penilaian prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya
berlaku pada bagian produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan,
sisa dan biaya per-unit yang dikeluarkan.
Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya
sekretaris atau manajer, maka penilaian prestasi kerja ditekankan pada
penilaian terhadap perilaku, seperti ketepatan waktu memberikan laporan,
kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan,
tingkat absensi.
Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling
lemah dari kriteria penilaian prestasi kerja, karena sulit diukur atau tidak
dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang positif, seperti sikap yang baik,
rasa percaya diri, dapat diandalkan, mampu bekerja sama.
METODE PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Pendekatan
yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari
sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian, yaitu
1) metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik
dengan Rating, Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai,
Metode Pencatatan Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang
berorientasi masa depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat
penilaian.
A. Metode
Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1)
Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik
dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating konvensional,
adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini
namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang
berkaiatan dengan kinerja kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar
di bawah ini. Dalam versi terbaru skala grafik dengan rating perilaku spesifik
pegawai diuraikan kembali berdasarkan perbedaan tingkatan dan perbedaan
departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik. Kelemahan metode
ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung
memberikan nilai rata-rata.
2)
Metode Checklist
Metode checklist adalah
metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian perilaku negatif atau
positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar. Masing-msing
perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung dari
tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan.
Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari
metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari kecenderungan pemberian
nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan hati. Namun karena
keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar
dalam penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan
keahlian khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang
berbeda untuk jenis pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu
dibutuhkan bantuan tenaga profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan
dalam membuat item perilaku dan kesesuaian bobot nilai
masing-masing item dapat mengakibatkan ketidaksesuaian di
dalam pemberian ukuran-ukuran item. Akibatnya para supervisor kesulitan
di dalam mengiterprestasikan hasilnya.
3)
Metode Esai
Pada metode ini,
penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi dalam beberapa
kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa digunakan :
Ø Penilaian kinerja seluruh pekerjaan.
Ø Kemungkinan pekerja dipromosikan
Ø Kinerja kerja pegawai saat ini
Ø Kekuatan dan kelemahan pegawai
Ø Kebutuhan tambahan training
Pendekatan ini
memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak memasyarakatkan perhatian
khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena metode ini menggunakan
pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan kesulitan untuk membandingkan
dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut. keberhasilan metode ini
juga sangat tergantung pada kemampuan dan kriativitas supervisor dalam
mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang benar-benar dapat mewakili
kondisi pegawai yang dinilai.
4)
Metode Pencatatan Kejadian Kritis
Metode pencatatan
kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang menggunakan
pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku
karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk. Perhatikan contoh berikut :
5)
Metode Wawancara
Selain kelima
metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara Wawancara.
Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai mengetahui posisi
dan bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu
wawancara juga dimaksudkan untuk :
Ø Mendorong perilaku positif.
Ø Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari
pegawai.
Ø Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan upah dan promosi.
Ø Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan
datang.
Ø Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan.
BERBAGAI KENDALA
DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Pemilihan Metode
Terbaik
Hingga saat ini
tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan sebagai
yang terbaik untuk semua kondisi dan sitasi organisasi.
Kondisi dan situasi yang berbeda menghendaki metode dan sistem yang berbeda.
Menurut French (1986), metode PPK yang terbaik tergantung pada :
·
Pendekatan pada
metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
·
Variasi faktor
organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program penilaian (Iklim
organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain).
b. Kesalahan
Penilaian
Penilaian
yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di dalam menggunakan kesempatan
yang sama pada pekerja untuk mendapatkan petunjuk pelaksanaan (Juklak)
atau guidelines kerja. Sayangnya supervisor dapat
membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar dan kurang
dapat dipercaya.
Kesalahan
yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor manusia,
dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia.
Kesalahan tersebut di antaranya adalah :
1). Hallo
Effect dan Horn Effect
Dalam bab 3 telah
dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan yang disebut
dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan
tersebut juga dapat dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat
dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan
atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap
kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil
namun membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya
buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.
2) Kecenderungan
menilai rata-rata cukup atau menengah.
Kebanyakan penilai
kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang tinggi. Sikap ini
merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam menilai. Penilaian yang
tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan lupa diri, sebaliknya
penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental pegawai. Karenanya
seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai tengah.
3) Karena
“kemurahan hati”
Subyektivitas
lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega mencatumkan nilai
sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol sebagai
kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena
khawatir akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir
disalahkan oleh organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata
kesalahan pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid dan
tidak reliable) atau penetapan target yang salah.
PENGERTIAN
PENILAIAN PRESTASI KERJA
Penilaian
Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap
prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang
obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara
berkala”.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian
sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut
French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang
dibangun, baik itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah
pentingnya, organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada
pegawai yang bersangkutan.
Dengan
demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan
pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau
perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang
digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam
menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian
atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau
atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah
spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang
secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja
secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari
pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK
adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
Tujuan Penilaian
Prestasi Kerja
PPK dapat
digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan
PPK dalan organisasi industri maupun non indutri adalah :
Ø
Peningkatan
imbalan (dengan system merit),
Ø
Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
Ø
Promosi,
Ø
PHK atau
pemberhentian sementara,
Ø
Melihat potensi
kinerja pegawai,
Ø
Rencana suksesi,
Ø
Transfer/pemindahan
pegawai
Ø
Perencanaan
pengadaan tenaga kerja
Ø
Pemberian bonus
Ø
Perencanaan karier
Ø
Evaluasi dan pengembangan
Diklat
Ø
Komunikasi intenal
Ø
Kriteria untuk
validasi prosedur sukses
Ø
Kontrol
pengeluaran.
OBYEK PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen
melakukan penilaian prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya
berlaku pada bagian produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan,
sisa dan biaya per-unit yang dikeluarkan.
Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya
sekretaris atau manajer, maka penilaian prestasi kerja ditekankan pada
penilaian terhadap perilaku, seperti ketepatan waktu memberikan laporan,
kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan,
tingkat absensi.
Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling
lemah dari kriteria penilaian prestasi kerja, karena sulit diukur atau tidak
dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang positif, seperti sikap yang baik,
rasa percaya diri, dapat diandalkan, mampu bekerja sama.
METODE PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Pendekatan
yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari
sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian, yaitu
1) metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik
dengan Rating, Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai,
Metode Pencatatan Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang
berorientasi masa depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat
penilaian.
A. Metode
Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1)
Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik
dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating konvensional,
adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini
namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang
berkaiatan dengan kinerja kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar
di bawah ini. Dalam versi terbaru skala grafik dengan rating perilaku spesifik
pegawai diuraikan kembali berdasarkan perbedaan tingkatan dan perbedaan
departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik. Kelemahan metode
ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung
memberikan nilai rata-rata.
2)
Metode Checklist
Metode checklist adalah
metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian perilaku negatif atau
positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar. Masing-msing
perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung dari
tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan.
Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari
metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari kecenderungan pemberian
nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan hati. Namun karena
keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar
dalam penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan
keahlian khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang
berbeda untuk jenis pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu
dibutuhkan bantuan tenaga profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan
dalam membuat item perilaku dan kesesuaian bobot nilai
masing-masing item dapat mengakibatkan ketidaksesuaian di
dalam pemberian ukuran-ukuran item. Akibatnya para supervisor kesulitan
di dalam mengiterprestasikan hasilnya.
3)
Metode Esai
Pada metode ini,
penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi dalam beberapa
kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa digunakan :
Ø Penilaian kinerja seluruh pekerjaan.
Ø Kemungkinan pekerja dipromosikan
Ø Kinerja kerja pegawai saat ini
Ø Kekuatan dan kelemahan pegawai
Ø Kebutuhan tambahan training
Pendekatan ini
memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak memasyarakatkan perhatian
khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena metode ini menggunakan
pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan kesulitan untuk membandingkan
dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut. keberhasilan metode ini
juga sangat tergantung pada kemampuan dan kriativitas supervisor dalam
mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang benar-benar dapat mewakili
kondisi pegawai yang dinilai.
4)
Metode Pencatatan Kejadian Kritis
Metode pencatatan
kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang menggunakan
pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku
karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk. Perhatikan contoh berikut :
5)
Metode Wawancara
Selain kelima
metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara Wawancara.
Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai mengetahui posisi
dan bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu
wawancara juga dimaksudkan untuk :
Ø Mendorong perilaku positif.
Ø Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari
pegawai.
Ø Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan upah dan promosi.
Ø Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan
datang.
Ø Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan.
BERBAGAI KENDALA
DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Pemilihan Metode
Terbaik
Hingga saat ini
tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan sebagai
yang terbaik untuk semua kondisi dan sitasi organisasi.
Kondisi dan situasi yang berbeda menghendaki metode dan sistem yang berbeda.
Menurut French (1986), metode PPK yang terbaik tergantung pada :
·
Pendekatan pada
metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
·
Variasi faktor
organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program penilaian (Iklim
organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain).
b. Kesalahan
Penilaian
Penilaian
yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di dalam menggunakan kesempatan
yang sama pada pekerja untuk mendapatkan petunjuk pelaksanaan (Juklak)
atau guidelines kerja. Sayangnya supervisor dapat
membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar dan kurang
dapat dipercaya.
Kesalahan
yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor manusia,
dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia.
Kesalahan tersebut di antaranya adalah :
1). Hallo
Effect dan Horn Effect
Dalam bab 3 telah
dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan yang disebut
dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan
tersebut juga dapat dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat
dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan
atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap
kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil
namun membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya
buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.
2) Kecenderungan
menilai rata-rata cukup atau menengah.
Kebanyakan penilai
kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang tinggi. Sikap ini
merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam menilai. Penilaian yang
tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan lupa diri, sebaliknya
penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental pegawai. Karenanya
seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai tengah.
3) Karena
“kemurahan hati”
Subyektivitas
lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega mencatumkan nilai
sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol sebagai
kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena
khawatir akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir
disalahkan oleh organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata
kesalahan pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid dan
tidak reliable) atau penetapan target yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar