Senin, 02 April 2018

Tugas 2_AHDE_Masalah Perlindungan Konsumen

 Perlindungan Konsumen dan Kasusnya 

PENGERTIAN KONSUMEN
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.

ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.

    1.) Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen, yaitu :
  • ·         Asas manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

  • ·         Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.

  • ·         Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.

  • ·         Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

  • ·         Asas kepastian hukum


Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

2.)   Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
  •       Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  •    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
  •     Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
  •    Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  •    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  •   Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
3.) Hak-hak konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
  • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
  • Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
  • Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
  • Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
  •        Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  •   Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”. Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen, bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya. 

     4.) Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
    Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
  1. ·   Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  2. ·     Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
  3. ·     Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
  4. ·   Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  5. ·    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
       Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
  1.     Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
  2.     Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
  3.     Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  4.     Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
  5.    Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7.       Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

     Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
   Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
     PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
      Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalamPasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
  •     Larangan  bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
  •     Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
  •     Larangan  bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)

     Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
  1.    Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2.     Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
  3.    Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
  4.    Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  5.    Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  6.     Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
  7.     Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
  8.     Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
  9.    Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat.
  10.     Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
      Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.

   Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:

    (2)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar   tanpa             memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
   (3)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan        tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
    UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut:
  •     Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
  •     Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
  •     Bekas: sudah pernah dipakai.
  •     Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi).
      Terrnyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi.
   Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
    (4)  Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang      dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

     TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
         Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum. Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.  Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
  1.     Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan
  2.     Cacat barang timbul pada kemudian hari.
  3.     Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
  4.     Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.

     SANKSI BAGI PELAKU USAHA
     Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  1.      Sanksi Perdata (Ganti Rugi dalam bentuk) :
  •      Pengembalian uang atau
  •      Penggantian barang atau
  •      Perawatan kesehatan, dan/atau
  •      Pemberian santunan

       Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
SanksiAdministrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25.
          
          2. Sanksi Pidana (kurungan) :
  •     Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2),  15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
  •     Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

       Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika      konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian 
*     Hukuman tambahan antara lain :
  1.     Pencabutan izin usaha
  2.     Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
  3.     Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
  4.     Hasil pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat


Batalkan Transaksi, Lazada Langgar UU Perlindungan Konsumen
       Jakarta - Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan Achmad Supardi telah menjadi korban dari situs ecommerce Lazada. Ia mengatakan Achmad Supardi sebagai korban bisa melaporkan kasus ini kepada Kementerian Perdagangan.
       Widodo menjelaskan situs Lazada telah melanggar Undang Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. 
       Ada 3 pasal yang dilanggar Lazada yaitu Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 16.
       Isi dari pasal 9 adalah pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan atau mengiklankan suatu barang dan jasa secara tidak benar, atau seolah olah barang tersebut telah memenuhi potongan harga, harga khusus, standar mutu, barang tersebut dalam keadaan baik, barang dan jasa tersebut telah mendapatkan sponsor atau persetujuan, menggunakan kata kata berlebihan seperti, aman, murah serta menawarkan sesuatu yang belum pasti.
       Isi dari pasal 10 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, kegunaan suatu barang, tawaran potongan harga dan hadiah yang menarik.
       Dan isi pasal 16 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian dan tidak menepati janji.
"     Konsumen mempunyai haknya dan dilindungi," ujar Widodo kepada Investor Daily, di Jakarta, Minggu (3/1).
      Widodo mengatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain.
      Sementara perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
"     Indonesia adalah negara hukum dan jika ada yang melanggar ada sanksinya," ujar dia.
       Ia mengatakan berdasarkan UU perlindungan konsumen, Lazada sudah melanggar pasal 9, pasal 10 dan pasal 16 dan dikenakan sanksi sesuai pasal 62 dan 63.
       Sanksinya berupa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 9 dan pasal 10, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
       Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16, dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
       Sementara Pasal 63 berbunyi, pelaku usaha bisa dicabut izin usahanya.
       Seperti diketahui, Achmad Supardi merupakan korban yang dirugikan Lazada, Achmad Supardi membuat pengakuan bahwa Lazada sudah membatalkan secara sepihak transaksi yang sudah dibayar lunas konsumen dan mengembalikan dana konsumen tersebut dalam bentuk voucher belanja yang hanya bisa dibelanjakan di Lazada.
       Achmad membeli 1 unit sepeda motor honda vario dan 3 unit sepeda motor Honda Revo pada 12 Desember 2015 di Lazada, 3 unit Honda Revo dibeli dengan harga masing masing Rp 500 ribu dengan total Rp 1.500.000, sementara Honda Revo dibeli dengan harga Rp 2.700.000 untuk pembelian cash on the road, harga pada situs Lazada adalah harga sepeda motor secara cash on the road bukan kredit, dan angka tersebut bukan angka uang muka, dan Achmad mengira harga murah bagian dari promosi gila gilaan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), dan ia sudah melakukan pembayaran transfer melalui ATM BCA, transaksi sah dan dikonfirmasi Lazada.
       Pada 14 Desember 2015, Achmad kembali membuka situs Lazada dengan tampilan sama namun sudah ada bagian tambahan bahwa harga motor sudah merupakan harga kredit, di tanggal yang sama, ia ditelepon pihak Honda Angsana yang merupakan tenant sepeda motor Lazada, staf Angsana menanyakan apakah sepeda motor dibeli secara kredit, Achmad menjelaskan sepeda motor dibeli secara cash on the road, pihak Angsana menelepon hingga dua kali.
       Dua hari kemudian, Achmad mengecek status transaksi di Lazada dan ia terkejut karena transaksi yang dikonfirmasi dan tinggal menunggu pengiriman ternyata berubah menjadi ditolak dan ditutup oleh Lazada. Secara sepihak Lazada memproses refund dengan memberikanvoucher belanja sesuai jumlah uang yang dibelanjakan untuk membeli 4 unit sepeda motor dan mengganti dana dengan 2 voucher sebesar Rp 4,2 juta.
       Achmad mengaku kecewa, karena voucher tidak bisa diuangkan, sebagai konsumen ia meminta Lazada meminta maaf, dan sebagai perusahaan besar tidak selayaknya memperlakukan konsumen dengan tidak terhormat.
      Alternatif       
       
        1. Konsumen harus melaporkan kasus tersebut secara hukum karena kasus tersebut sudah melanggar UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
      2. Konsumen hanya diam saja, dan menjadikan kasus tersebut sebagai pelajaran dan lebih berhati-hati dalam memilih pelaku usaha. Seharusnya pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, kegunaan suatu barang, tawaran potongan harga dan hadiah yang menarik. 
S
S     Solusi 
      
      Alternatif yang dipilih adalah alternatif 2, menurut saya  kasus ini tidak harus dibawah ke jalur hukum karena pihak Lazada juga sudah mengganti rugi dengan voucher senilai dengan uang yang sudah di transfer oleh Achmad. 
  
       Referensi :

       http://amelia-wulandari60.blogspot.co.id/2016/11/
       http://titaindriana10.blogspot.co.id/2016/06/uu-no.81999-contoh-kasus-produk-minuman.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar